Di sekolah ada adek kelas, namanya Kemal. Nama panjang..... lupa hehe. Dia X-3, adek yang di-PK-in sama salah satu Mozaix, Lisna. Sekedar info, si Kemal ini punya sedikit kelainan yang nggak lain-lain banget. Mungkin kalo nggak salah (maaf, bukan bermaksud apa-apa) sedikit keterbelakangan mental. Tapi nggak keterbelakangan juga sih. Tapi bisa dibilang, dia berbeda dengan anak-anak lain.
Kemal ini baikkk banget. Dulu waktu LDKMS V, Kemal ini sekelompok sama aku. Pengalaman sekelompok, baik-baik aja. Dulu awal-awal sebenernya dia agak mangkelin, tapi waktu itu aku juga lg moody kan jaman-jaman LDKMS (sapa yg nggak coba, kalo banyak tugas gitu) karena Kemal itu pesimis sekali orangnya.
Aku : "Kemal, mana buku harian LDK-mu? Mau dikumpulin nih."
Kemal : "Lho mbak, aku belum selesai.."
Aku : "Lhooo, kenapa kamu sekarang diem ajaaa? Ayo cepet diselesaikan!" (menyadari ternyata selain belum selesai bikin resume, buku hariannya juga belum dijepret dan belum ada fotonya)
Kemal : "Aduh mbak, nggak bisa."
Aku : "Loh kok nggak bisa? Ayo nggak papa dikerjain cepet. Ini kok ngga ada fotonya? Kemanaaa?"
Kemal : "Mbak tadi malem aku ketiduran, fotonya ketinggalan mbak."
Aku : (istighfar dalem hati -wes siap-siap dimarahi iki) "Haduuuh yauda kalo gitu ini cepet resumenya diselesaikan aja."
Kemal : "Nggak mbak, nggak bisa."
Aku : "Apanya yang nggak bisa?" (sambil njepret buku hariannya)
Kemal : "Nggak mungkin cukup waktunya mbak." (sambil liat jam dan udah jam 6.20 alias 10 menit lg LDK-nya mulai)
Aku : "Haduuuuh nggak papa, masih ada waktunya!! Ayo cepet kerjain dulu. Coba dulu."
Kemal : "Nggak mungkin mbak, nggak cukup waktunya." (mentolo njupuk bolpen tak kerjakno resumenya)
Aku : "Nggak-nggak! Bisa. Udah ayo mulai ngerjakan sekarang." (akhirnyaaaa)
Jadi intinya, di butuh dorongan supaya optimis. Tapi selebihnya, aku salut banget ngelihat dia di Smala. Dengan keadaan yang (maaf) kaya gitu, dia berani ikut LDKMS meskipun seingetku dia cukup sering ditegur karna kadang-kadang ngasih argumennya nggak liat keadaan dan kalo ngomong badannya nggak bisa tegak. Selepas LDK, aku ketemu Kemal cuma ketemu di koridor aja, atau ketemu pas sama-sama nunggu jemputan. Dia ramah banget orangnya. Setiap ketemu mesti nyapa sambil "assalamualaikum mbak beth" dan menelungkupkan tangan di depan dada. Aku jadi menghormati dia..
Sebenernya aku nggak paham, orang sebaik Kemal kok malah jadi bahan ketawaannya sebagian kecil anak di Smala. Mungkin aku salah liat, maaf kalo ternyata kata-kataku ini perlu direvisi. Keadaannya Kemal yang kayak gitu bukan seharusnya jadi bahan ketawaan. Kalo disapa bukannya lirik-lirikan sambil nahan senyum, tapi harusnya njawab sapaannya! Bukan diketawain! Kalo mau ketawa, silahkan ketawa pada diri sendiri. Karena seharusnya mereka malu, seberapa bodohnya mereka yang nggak tau hebatnya Kemal dengan keadaan kaya gitu bisa jadi Smalane yang baik. Harusnya mereka malu, karena mereka yang kelas 12 (waktu itu yang tak liat emg kelas 12 -tapi nggak bermaksud menggeneralisasi ya) yang seharusnya ngasi contoh malah diberi contoh sama anak kelas 10.
Harusnya adek-adek kaya Kemal ini yang didukung. Sering diajak ngomong. Biar dia nggak ngerasa di-bully (jujur kalo aku jadi Kemal aku sakit hati pek). Bukannya udah disapa tapi malah ngetawain. Bukannya ditanyain hal-hal nggak jelas. Tapi dibimbing, diajak ngomong baik-baik. Bahkan sejauh penglihatanku, Kemal adalah satu-satunya anak kelas 10 yang masuk ke kelasku dengan alasan ingin bersilahturahmi dan cerita-cerita (bahkan adek gen aja nggak pernah) selama 2 semester ini.
Kemal itu baik, mereka yang nggak baik.
Dan harusnya mereka sadar betapa mereka ngerasa kecil kalo dibandingin sama Kemal.
Karena mereka nggak tau gimana rasanya jadi Kemal, yang meskipun sudah digituin kaya apapun, dia nggak pernah marah dan tetep menghormati orang lain!