Semakin kesini semakin menyadari bahwa kehancuran seseorang itu bukan karena dia bodoh, tapi karena dia tidak bisa mengontrol dirinya. Salah satunya adalah mengontrol iri, benci, dan dengki.
***
Entah gimana ceritanya, sebagai seorang mahasiswa slash future leaders (aamiin) ini aku selalu merasa aku selalu gagal. Se-la-lu. Nggak ngerti kenapa, kayak ada aja hal yang bikin aku ini nggak pernah puas sama kerjaanku. Selalu aja ada hal yang disesali, meskipun at times selalu bersyukur masih bisa dikasi banyak kesempatan merasakan banyak hal yang nggak dirasakan orang. Tapi tau rasanya gemes nggak sih? Ya gitu itu rasanya. Gemes, kalo tau apa yang sebenernya bisa aku maksimalkan tapi luput dari perhatian. EMESHHH. Akhirnya, ujungnya jadi dua:
1. Insecure.
2. Mencari pembenaran.
Betul tidak?
Insecure adalah fase dimana not being good enough adalah sebuah hal yang sangat hina. Kayak pengen menghilang aja dari muka bumi karna masih ada aja orang segumpil aku di dunia ini, yang sungguh koplak, yang sungguh bodoh.
Yang bahaya adalah yang kedua.
Mencari pembenaran adalah fase dimana kamu merasa lelah menyalahkan diri sendiri dan mencari pembenaran dengan mencari kekurangan orang lain. Dasarnya tentu adalah karna iri, benci, dan dengki. Karna kalo gue nggak bisa, ya dia harusnya nggak bisa. Menolak ingat bahwa kamu mungkin MEMANG salah dan tidak cukup baik, bahwa memang dia lebih baik. Ini bahaya banget bro, serius. Dan aku sering kayak gini. Kapan si hati w seputih kertas selembut sutera?!
Gimana ya cara ngilanginnya? Ada yang punya ide?
Sering banget, akhir-akhir ini, dimana banyak banget kesempatan pengembangan diri yang datang ke mahasiswa tingkat-tingkat akhir, dan orang lain dapet informasinya, atau bahkan orang lain lolos, pertamanya sekedar 'Oh, yaudah bukan rejeki.' tapi lama kelamaan 'Bentar, kok dia dapet infonya? Ya iyalah dia A, B, C, ya pasti gampang lah. Kok bisa sih dia D, E, F kan dia G, H, I?'. You see? Jatuhnya membenci. Lama-lama iri, lalu mendengki. Entah sejak kapan Bethari jadi manusia picik kayak gini. Jadi high-achiever ambis yang nggak rela orang lain bahagia.
Aku tahu aku salah, dont get me wrong. Masalahnya, ini terjadi secara tidak sadar.
Sekalinya inget, to make me feel better, aku membiarkan pikiran ini menguasai. Sampai akhirnya mulai waras akal sehat ini, baru bilang 'Beth, talking shits about him/her wont make you a diamond.' Jadi seringkali aku berpikir, segala stress kehidupan ini asalnya bukan karena hidup yang semakin susah, tapi karena pikiran yang semakin liar. Ngerasa nggak sih?
To sum up this post, aku sepenuhnya percaya bahwa we live on earth for a purpose. Terserah banyak yang bilang bullshit apakek, tapi aku percaya semua orang punya peran masing-masing kenapa dia dilahirkan. Aku juga nggak tahu kenapa aku dilahirkan anak Mama-Papa, di Indonesia dan kenapa nggak jadi anak bule aja, kenapa nggak jadi anak dokter malah anak tukang pos, dan lain lain. Karena tujuannya beda, jadi jalannya ya beda. Karena saat ini aku masih belum tahu tujuanku ada di dunia yang semakin menggila ini apa, jadi suka membandingkan aja hidupku dengan hidup mereka. Kok dia gitu dan aku gini, masih mikir bahwa jalan kita (mungkin) harusnya bisa ditempuh dengan cara yang sama, padahal (bisa jadi) memang ternyata harus berbeda dan itu nggak papa.
Intinya, saat ini aku masih sedang mengumpulkan kebesaran hati untuk menerima segala hal di dunia ini, yang pada akhirnya bisa menghilangkan penyakit hati paling berbahaya di dunia dibanding hepatitis ini (iri, benci, dengki, red).
Semoga kita semua selalu dalam pikiran yang positif ya.
Mohon doanya juga saya menzombie satu minggu ke depan (alias ujian semua matkul broh).
Mohon doanya juga saya menzombie satu minggu ke depan (alias ujian semua matkul broh).
No comments:
Post a Comment