Pages

January 2, 2017

To Sum Up The Perfect Year #1

It is that time of the year again I guess (even I know its's 2016+1 already)?
Well, typical mandatory end-year-post, people, so it's yours to choose whether to continue on reading or not.........but hey, I hope you do, cause I am gonna tell you my best year, this entire life!

Umm..where do we start? Ok...let's just jump over it okay why do we even have to bother about the sequence like it matters..well.... it matters but lets just jump over it. Okay.

Tahun 2016 ini, aku benar-benar merasakan naik turunnya kehidupan. I mean…aku merasakan the highest high and the lowest low, senang sesenang-senangnya, dan sedih sesedih-sedihnya. Sebabnya? Karena akumulasi dari banyak hal. I must say, tahun ini benar-benar tahun yang paling memberikan banyak pelajaran.



Year of hurting so bad but living so good.
Can’t find the better way to describe the whole year.

Sepanjang tahun ini aku merasakan kehilangan, jatuh, kegagalan, kelelahan, yang membuatku untuk pertama kalinya, menangis berjam-jam di kamar, bahkan di lantai kamar mandi. Dramatis? Tapi begitulah kenyataannya.
Tapi tahun ini juga, aku benar-benar belajar untuk mengubah semua kekecewaanku menjadi sesuatu yang menguatkanku. Di antara berbagai usaha untuk melupakan itu, I received a lot of gain. Sesuatu yang selalu ada wishlist-ku tapi nggak pernah sedikitpun aku terpikir untuk mencapainya, paling nggak, untuk mencapainya secepat itu.


Tahun ini aku merasakan......jatuh cinta.
Yang benar-benar jatuh. Biasa aja ya? For some people, yes. But for me, it was an achievement. Go laughing, it was my first time ever be in relationship. Ya, meskipun aku this achievement should've been mentioned for 2015 highlights, but still, I must say bahwa aku sejatuh-jatuhnya jatuh cinta adalah saat 2016. 
I was crazy in love. Gila yang tiap hari kangen, tiap detik mikirin, tiap menit ngecek chat, dan end up worrying everything  I should'not have been worrying kalo dia nggak bales-bales. Aku benar-benar made no room for other things. Makanya, sebenernya pencapaian berharga di 2016 banyaknya ku dapet di paruh kedua, karena paruh pertama....all my energy was spent on thinking about him. Seorang Bethari, yang selama ini selalu percaya diri bahwa dia nggak akan berubah menjadi bodoh akibat cinta, finally lost the battle against herself.
Pada akhirnya, itu membuatku berpikir, cinta beneran buta. Bisa gitu ya orang kalo lagi jatuh cinta? Bisa ya Bethari kaya gitu gara-gara cinta?
Kesimpulannya? It is. Cinta benar-benar indah. Rasanya kayak melayang, bisa senyum-senyum sendiri atau deg-deg an sendiri kalo inget-inget. Tapi emang benar, in the end, the one who is going to save you, is you, and you alone. So, nomer satu adalah manajemen hati....dan sisakan ruang untuk berpikir jernih, dengan otak, tanpa dipengaruhi hati.
You know sometimes it confuses you whether to follow your brain or your heart, but the moment you have the doubt, I think, that is the perfect time to really contemplate and decide. Well, you never know how toxic the air you breath until you breath fresh air :)

I've had my first break-up...
There will always be the first for everything, kan? Bethari putus untuk pertama kalinya. Good thing, nobody dumped anybody. Salah satu harapanku jaman cupu adalah kalau aku putus, aku nggak pingin putus yang meninggalkan sakit hati dan menyimpan dendam, aku ingin putus yang disepakati, dan itu terjadi. We just sat there, and it happened.

"Apa kabar?"
He smiled, so I went.
"Hari ini kita putus ya?"
He nodded.

How simple. But I am telling you, menuju ke fase itu sangatlah.....rumit. If you happen to have much time and curiosity about my messy love life, take a glimpse of my writings around June-July. Well probably won't tell you much, but it was the last piece of heartbreak I froze through words.
Di tahun ini, aku belajar, bahwa sebuah hubungan sejatinya adalah suaian. Perasaan hanya menentukan awal, kerja keraslah yang menentukan akhir. Hubungan adalah timbal balik antardua orang, and you can't simply force it to last, kalau hanya kamu yang berusaha, seberusaha apapun kamu, sebesar apapun pengorbananmu. And in the end of the day, I know what kind of love I want, what kind of love I need, and what kind of love I deserve. I know my worth and how I'm supposed to be treated.

I saw a (life-changing) guy, in the process of moving on...
First heartbreak = first moving on, right? Tapi siapa yang menyangka, bahwa move on ini akan menjadi sebuah fase yang mengubah hidup. Yes, the innocent and reckless 19-yo kader MTI named Bethari would be shocked knowing one year later, she was anything near to dating her own danlap. Seorang yang digilai banyak wanita, ternyata menggilaiku. KU. Seorang aku, sejak malam pelantikan itu, bahkan jauh sebelum aku dekat dengan mantanku. Well, surprise, surprise! Seorang aku yang selama ini selalu berusaha menghilangkan pikiran untuk disukai (bahkan hanya sekedar untuk dilirik) oleh cowok terkeren sesekolah (atau himpunan, in this case) karena takut hanya berujung kecewa atas cinta yang bertepuk sebelah tangan, ternyata....

"Kak, sebenernya kakak kayak gini ini ngapain sih?
Pilih. Satu, pedekate. Dua, menghibur habis aku putus. Tiga, cari temen chat.
Empat, terserah maksudnya kakak apa."
"Well, sebenernya aku kaget dan wow kamu cewek tapi berani tanya gitu.
Kalau pedekate maksud kamu mengenal lebih dalam, iya. Aku tiga-tiganya."
"Wow....aku masih nggak percaya kakak sekarang di sampingku, ngomong kayak gitu........
Kak, tapi aku barusan banget putus dan nggak mengharapkan diriku untuk move on secepat itu...
Aku takut mengecewakan kakak..."
"Just let me."

I can say, I've fallen too. Hard.
Kadang di hidup kita perlu nelen ludah sendiri, ya? Aku selalu bertekad untuk tidak terlihat menjalin hubungan dengan orang baru ASAP setelah putus. Well you know, "if what we had was real, how could you be fine" kinda thing, dan aku mengasosiasikan ke-tidak fine-an itu dengan nggak move on cepet-cepet. And by 'cepet' I mean...tunggulah minimal 5-6 bulan dulu baru kelihatan sama yang baru. Turned out...aku menelan ludah sendiri. Ha ha.
Aku move on cepat, cuma satu setengah bulan. But gosh, I hope you knew how I had been hurting back then, even long long time before the break up itself. Yet this person is, I think, my main influence throughout the year. Dengan dia, aku benar-benar belajar banyak hal. How to treat myself, and more important, treat others. Aku lebih mensyukuri hidup, melihat dunia dengan perspektif baru, dan membuatku semangat untuk mencari tau kenapa aku dilahirkan. I could see myself improving with him. Dia membuatku sadar kalau aku yang selama ini menganggap diriku baik dan peduli, ternyata nggak lebih dari sekedar cewek egois yang sibuk sama dunianya sendiri. Dan terima kasih nggak akan pernah cukup, untuk mengungkapkan betapa bersyukurnya aku mengenal dia, betapa bersyukurnya aku bahwa there was a time, aku benar-benar merasa dihargai, dicintai, dan diperjuangkan.

Dan aku gagal.....untuk kedua kalinya.
Karena sejatinya, sekali lagi, sebuah hubungan adalah suaian bukan? I was such a mess, and he was such a masterpiece. In any ways, how could it work? I mean... we have too far difference, even yet too much similarity as well. Beau Taplin couldn't say it any better: "We don't mean to hurt each other but we do. And perhaps, no matter how right we are for each other, we will always be a little too wrong."

I always thought what I had was my flaw, he found it wasn't.
Long after, I know I was wrong. And I thanked him for making me realize that ugly truth.
Beside, you can never buy trust, once you broke it, all you have is a wrecked blank paper. You have it blank and white and all clean, but it's wrecked so how are you gonna write on it beautifully? Dialah yang membuatku sadar bahwa aku harus lebih banyak mendengar untuk mengerti, bukan untuk membalas percakapan.
Kadang, aku masih menyalahkan keadaan dan diriku atau berandai atas yang terjadi pada hubungan ini (which I believe, will turn out MAGICAL if we do last). Tapi pada akhirnya, dia membuatku sadar mungkin kita memang better off this way, untuk sama-sama saling belajar dan memperbaiki diri dulu. And yes, definitely yes! I didn't put much faith in the saying 'fokus benerin diri, nanti yang baik dateng kalo kitanya udah baik' karena gosh, I will never be good enough for everybody that's why I am single for 19 freaking years do I have to wait again? Tapi sekarang, I do believe it bahwa wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik.
Don't chase for butterfly. Mend your garden and butterfly will come.
Dan aku nggak pernah merasa sebersemangat ini untuk memperbaiki diriku, sepanjang hidupku.

In the end of the day, pelajaran terbesar yang aku dapat dari naik turunnya percintaanku tahun ini adalah bahwa: either it's wrong person in the right time, or right person in the wrong time, in the end it will always turn out wrong. Semuanya ada waktunya, dan cara paling akurat untuk melihat kapan waktu yang tepat itu datang adalah dengan melihat dirimu. Because people, there will never be the right time. Nggak akan ada namanya waktu yang tepat. Tepat itu ada ketika kita menjalani and you have no doubt stepping further. Sering denger kan, pasangan adalah cerminan diri kita? Yas, I believe it now. Kalau diri kita belum siap, sesiap apapun pasangan kita pasti nggak akan jadi, and vice versa.
Kedua, jangan pernah bergantung pada orang lain selain dirimu. No one is going to save you, unless your own damn self. Jangan berekspektasi tinggi pada selain Tuhan dan most importantly, right like what he said, "Menjadi lebih baik itu tanggung jawab diri sendiri, Beth."


(I intentionally write it as points, dan nggak
berniat untuk menjelaskan panjang lebar
tiap poin...but it turns out like this...
jadi yaudah...he he)

So I guess To Sum Up The Perfect Year #2 (or maybe #3) will come up soon karena ternyata, post ini pada akhirnya hanya membahas tentang cinta :)

Hope new year brings you joy, happiness (but remember, happiness is a state of mind and not a destination okay), and a list of checked wishlists!

XOXO