One of the highlights of the day adalah: Kak Eliya Amilati Hanafi, Teknik Sipil ITB 2010, Pengajar Muda Angkatan XI.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Senin, kelas Sisprod dibatalkan. Dan ya, aku udah pesen Gojek tapi karena nggak mau cancel akhirnya aku ke Simpang aja dan pulang jalan kaki lewat jalan tikus deket sungai. Guess what? There it goes. Segerombolan anak SMP, masih pake seragam putih-biru, tingginya nggak lebih dari aku, jam 10 pagi, duduk-duduk sambil ngobrol,
dan ngerokok. Seperti biasa. Seperti biasa.
Gosh,
Hatiku hancur berkeping-keping. Literally hancur, kayak tiba-tiba isi perutmu tumpah gitu, tau kan rasanya? Aku setiap lewat situ dan liat anak-anak SMP kaya gitu pengen nangis rasanya. Mereka izin ke orang tuanya mau menuntut ilmu, bayangkan ada berapa orang tua yang merasa tenang mengirimkan anak mereka ke sekolah dan berapa orang tua yang pada akhirnya akan kecewa mengetahui kalau anak mereka ternyata bukan cuma bolos kelas....tapi kabur dari sekolah....dan merokok. Aku sesedih itu ngelihatnya. Alasannya jelas, karena:
1. Aku benci perokok.
2. Kenapa sih mereka harus ngerokok di antara banyaknya kesempatan lain yang bisa mereka habiskan untuk sesuatu yang jauh lebih berguna?
If I could turn back time, aku akan melakukan apapun yang nggak aku lakukan selama SMP. Se-ingin itu. Dan mereka yang punya kesempatan malah menyia-nyiakan dengan......merokok.
Guys, I change my mind so quickly.
Tapi ada satu keinginan dan mimpiku yang nggak pernah berubah sejak SMP: jadi Pengajar Muda.
Ya Tuhan, aku seingin itu jadi Pengajar Muda. Seingin itu (and now I'm crying thinking about how much I really want this to happen). Setiap orang tanya cita-citaku jadi apa, atau kerja dimana, aku nggak pernah bilang aku mau kerja dimana secara langsung. Aku pasti bilang, "Saya pengen jadi Pengajar Muda dulu setahun, doain ya Pak/Bu." Because I really want this. That much. Aku nggak peduli aku akan kerja dimana nantinya, as long as aku bisa jadi Pengajar Muda dan memberikan seluruh jiwa raga tenaga waktu dan uangku untuk bikin perubahan di negeri ini, sekecil apapun, lewat pendidikan, aku akan kasih.
Guys, I am not a saint.
Aku bukan orang yang baik hati, aku banyak salah, dan aku sering menyakiti hati orang lain. Tapi kalo ada satu hal yang akan aku klaim sebuah kebaikan dari diriku, adalah aku akan melakukan apapun untuk kemajuan bangsa ini lewat pendidikan. Aku bukan anak yang jenius, bukan mapres, dan nggak pernah ikut lomba. Tapi aku sadar, aku adalah segelintir orang yang lebih beruntung untuk dapet pendidikan, dan jauh lebih beruntung karena pendidikan itu didapat dengan mudah dan dengan layak. Untuk mengejar pendidikan setinggi langit untuk diriku sendiri adalah sebuah kemuliaan, tapi kemuliaan sesungguhnya buatku adalah kalau aku bisa membuat lebih banyak orang mengejar pendidikan yang sama sepertiku, mendapatkan kesempatan yang sama sepertiku.
Aku lahir bukan di keluarga kaya. Ayah ibuku bukan lulusan universitas, tapi ibuku, kalau ada satu hal yang selalu tertanam di benakku tentang ibuku, adalah bagaimana beliau memperjuangkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Simply because, dia tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkannya, dan dia tidak ingin anak-anaknya merasakan hal yang sama seperti dia. Dari sini aku tahu, bahwa pendidikan adalah sebuah pintu gerbang. Pendidikan adalah satu-satunya elevator dari kemiskinan.
Guys, if you're reading this: aku mohon sedalam-dalamnya, untuk mendoakanku untuk jadi bagian dari Pengajar Muda suatu hari nanti.
Aku tau aku nggak mampu untuk berkontribusi lewat uang. Dan satu-satunya cara adalah lewat tenaga dan ilmuku. Aku cinta negeri ini, secinta itu aku nggak mau negeri ini terpuruk hanya karena masa depan pemudanya buruk. Itulah kenapa hatiku sehancur itu ngelihat anak SMP jam 10 pagi di hari Senin, bukannya belajar di kelas untuk memajukan negeri ini, malah menyia-nyiakan kesempatan yang diimpikan jutaan anak lain di pedalaman. Dan menjadi Pengajar Muda, memberiku kesempatan untuk setidaknya, mewarnai secuil jalan hidup anak-anak pedalaman itu menuju dunia yang lebih luas, yang selama ini hanya mereka dengar lewat gambar dan cerita, menjadi imaji yang dekat, yang mampu mereka wujudkan.
Guys, call me crazy.
Tapi kalau di dunia ini nggak ada yang namanya uang yang mengharuskan kita untuk selalu mengejar materi duniawi dan prestise dimanapun kapanpun, cita-citaku cuma satu: aku ingin keliling Indonesia dan membantu. Aku nggak peduli kalau aku nggak digaji, selama aku masih bisa hidup, jalan, ngajar, dan berbagi, aku akan tetap bahagia.
What defines your true happiness?
Setelah dapet uang? Setelah dapet nilai A di transkrip? Setelah dapet pujian?
Kebahagiaan yang sesungguhnya menurutku adalah ketika kita habis membantu seseorang, dan orang itu senyum. Iya, cuma senyum. Tapi you can really tell kalau senyumnya mereka tulus. Kadang kita memberi sesuatu dan berpikir orang yang kita beri itulah yang mendapat sesuatu. Padahal, KITA-lah yang dapet sesuatu dari mereka.
***
Ada beberapa momen di presentasi Kak Eliya tadi yang, nobody would notice, aku menitikkan air mata. Bukan karena sedih, tapi karena terharu bagaimana mereka sangat ingin mengejar pendidikan lalu menyadari betapa nggak tau dirinya aku (dan jutaan anak muda laim di negeri ini) yang mendapat kesempatan untuk sekedar bisa dapet pendidikan dengan berbagai kemudahan, malah memilih bolos atau tidur di kelas, sedangkan mereka yang di luar sana, untuk sekedar belajar baca dan hitung aja, bersedia jalan kaki lewat gunung 1-2 bahkan 8 jam.
"Kenapa kalian ga ajak Bu Guru ke hutan cari kayu bakar?"
"Sudah Bu Guru mengajar saja, biar kami yang bagian cari kayu bakarnya."
"Bu Guru, aku nanti mau jadi Ibu Guru.
"Bu Guru, aku nanti mau jadi Ibu Guru.
Aku mau sekolah, belajar terus, nanti lulus sekolah mau belajar lagi,
nanti mau kuliah belajar terus. Nanti aku mau belajar di Paris,
belajar di Belanda. Nanti kalau aku sudah belajar,
aku mau balik ke kampung ini."
"Bu Guru, sini."
"Kenapa, Ma?"
"Ini ubi buat Bu Guru."
"Sudah tidak usah, Ma."
"Sudah tidak apa-apa ini buat Bu Guru."
"Ini foto salah satu bapak pengajar disana.
Di penempatan saya itu, guru yang mengajar hanya kepala sekolah
dan bapak ini. Beliau bahkan hanya lulusan SMA.
Tapi beliau bilang 'Anak-anak disini, baca tulis hitung saja belum bisa, jadi saya mengajar saja.'"
***
Guys, if I could tell you how much I want this, the whole sky wouldn't even be enough.
Karena adakah yang lebih tulus, mulia, dan indah dari setahun mengajar dan seumur hidup menginspirasi?
PS: bikin ini sampe
sesenggukan saking pengennya:(
No comments:
Post a Comment