Pages

January 31, 2018

Kalah Sebelum (Diijinkan) Berperang.

Sudah bertahun-tahun ini aku mempraktekan ilmu (mencoba) sabar dan (mencoba tetap) memahami dalam-dalam bahwa hidup ini memang nggak adil. Ada aja hal-hal yang memang nggak bisa (dan nggak akan pernah bisa) kita tahu mengapa dan bagaimana. Intinya, ya memang harus gitu aja dari sononya. Regardless of your dreams, regardless of your perseverance.

Contohnya, mengapa aku dilahirkan dengan tinggi 160 cm.

Mimpiku sejak kecil yang selalu aku simpan buat diriku sendiri karena menceritakan ke orang lain juga nggak ada artinya adalah: menjadi Puteri Indonesia. Hehehe boleh ketawa kok. How funny it is that we dared to dream so big when we were so little.
Kenapa? Cantik, disegani, pandai, dan punya suara yang didengar banyak orang.

Oh I believe we undeniably have that tiny part of ourselves to change the world. So do I. Sejak dulu aku yakin aja, keinginanku untuk mengubah dunia ini akan jauh jauh lebih mudah kalau suaraku didengar banyak orang sedini mungkin. Menjadi Puteri Indonesia adalah salah satunya. PLUS, who can resist being considered the most beautiful person in Indonesia even only for a reign? Not bad at all.

All my life, until the very second I am breathing this moment, I am still fully-aware that I can still change the world through SO MANY other ways rather than being Puteri Indonesia tho...and I accept that fact. So I'm working on it. I'm working on it so hard as if I am going to be your next Puteri Indonesia even I know I will NEVER be.

Never, just because of this fact: my height doesn't reach 170 cm.

Lahir dengan tinggi 160 cm membuatku nggak bisa jadi Puteri Indonesia. Sehebat apapun pencapaianku, segigih apapun kerja kerasku. It just can't aja. Kayak lagi ada lomba lari, kamu ikut lari tapi nggak daftar karena nggak punya sepatu lari. Kamu sudah dianggap kalah karena tidak diijinkan berperang.
Nah masalahnya, alat perang untuk lari kan nggak harus sepatu lari ya? Sama, alat perang untuk jadi Puteri Indonesia juga nggak harus tinggi badan bukan?

Mungkin hal-hal kayak gini juga yang menambah jam terbang (mencoba) sabar dan (mencoba) memahami hidup yang aku praktekin ini. Mungkin, Puteri Indonesia memang lomba yang dasarnya modelling tapi karena bawa-bawa nama negara jadi ya diselaraskan dengan misi memperkenalkan budaya sekaligus memberdayakan wanita. Jadi ya yang bisa kulakukan tinggal mencoba menerima aja kalo yang bisa ikut ya yang kapabel untuk jadi model: kaki jenjang dan badan ramping. Something that I am not, not even close enough.

Jadi sekarang, aku memutuskan untuk jadi Puteri Indonesia untuk diriku sendiri aja. Have my own definition, set my own goal, break my own record, win for my own satisfaction, and enjoy my own victory.

In the end of the day, the world simply is not fair.....and we don't have to know why and how.
It simply is.

No comments:

Post a Comment