Jujur sekarang agak capek. Hehe soalnya aku abis ngegym setelah terakhir olahraga Agustus lalu di Bontang. Gila ya? Banget. Lima bulan ga olahraga sama sekali malah nimbun lemak. Sejak Agustus kayanya udah 3-4x makan all you can eat. Bole dihitung sendiri jumlah lemak ada berapa gram :)
Yakin banget ini besok bangun badan pasti remek sana sisni. Fix.
Jadi kebetulan barusan aku cuci baju gitu terus jadi teringat masa TPB dan tingkat 2 dimana baju-baju masih aku cuci sendiri. This upcoming semester (alias last semester insyaAllah) kayanya harus membiasakan rajin nyuci lagi deh. Buat latian manajemen waktu wkwk.
Jadi begini caraku melihat cucian kotor.
Sebenernya aku menjadikan cuci baju ini untuk melihat komitmenku. Gini lo cara pikirku. Aku menjadikan laundry di luar itu hukuman atas ketidakbisaanku memanajemen waktu dan tenaga. Laundry di luar kan mahal, jadi kalau aku nggak bisa manajemen waktu untuk cuci baju maka aku harus mengeluarkan sejumlah uang untuk laundry itu yg bisa ngambil uang jajanku. Intinya, mau nggak mau aku harus cuci baju sendiri.
Terus hubungannya sama high maintenance apa?
Jadi gini, aku itu bete (BANGET) sama orang yang ngira aku ini cewek high class yang kerjaannya tiap hari dilayani alias high maintenance. Not my fault if my face screams elegance dude #nyolot #selflove. Ya mereka ga salah juga sih ngira aku gitu toh tiap orang berhak berpersepsi and people tend to judge by your appearance the first time. Tapi ya bete aja tetep. Soalnya w juga gasuka sama orang yang gamau susah alias seluruh hidupnya selalu dilayani...terus u men-judge i seperti orang-orang yg kubenci itu. Hih.
Dua kejadian yg paling membekas tuh ini:
1. Jaman masih sama Brian aku jalan2 ke ITB Nangor terus disana cerita2 terus aku cerita "Aku nyuci bajuku sendiri loh" terus dia kayak "Hah serius. Bohong ah. Masa kamu nyuci sendiri?" terus aku merasa sedih dan senang. Sedih soalnya kok image-ku kayak high maintenance yg gabisa diajak susah gitu se.... Seneng soalnya finally membuktikan I'm that independent woman bruh. Gitu.
2. Beberapa waktu lalu sm Mas Adam pas ngurus Develop Dolly gitu aku disuruh di Dolly naik motor aja terus dia bilang "Hah emang kamu bisa naik motor?" Ya Allah such understatement. I have travelled thousands of kilo by motorcycle ya jangan salah. Belum ilang beteku, eh pas udah muter di Dolly pake motor dia bilang "Ternyata kamu bisa naik manual ya." Ya Allah pengen tak gepruk. Mbok pikir aku manja takut kepanasan yang bisanya naik matic tok kayak boom boom car ta haaaah?! Buete pol cak. Pengalaman nyetir motorku pake dipertanyakan. Surabaya-Sidoarjo udah ribuan kali. Surabaya-Gresik lewat Krian dan nyasar-nyasar kampung (literally kampung yang ada sapinya) juga udah. Banyuwangi-Situbondo 100 km bolak-balik dalam sehari udah dan yang paling keren medan menuju Ijen naik turun gunung sangat curam, melewati hutan PTPN jam 6 sudah gelap dengan keadaan gerimis, jarak pandang cuma 2-3 meter dan HAMPIR GA ADA ORANG DI TENGAH HUTAN. Gini pake perlu dibilang, ternyata aku bisa manual. HELO. (Ini bete maksimal).
Ya udah intinya gitu. Aku nggak suka dibilang high maintenance karena persepsiku tentang orang high maintenance adalah:
- Maunya dilayani
- Gabisa diajak susah
- Mau enaknya aja, giliran repot gamau
- Kayak manja gitu
While I myself don't think I am like any of that in this case
Sesungguhnya sangat mudah membahagiakanku. I am so very low maintenance..... as long as I'm happy and content everything's alright. Makan mie ayam di pinggir jalan, naik motor ujan2an pake jas ujan, nggak dikado juga gapapa, nggak disurprise juga baik-baik saja. Beneran dah, dimana sih letak high maintenance w?
If it comes to your knowledge, English grammar, the way you treat people, and your endurance towards your life goals..... my standards are quite high. And I don't take that as the high maintenance that I am.
It is just my tastes which are pretty.....singular.
No comments:
Post a Comment